Selasa, 31 Maret 2009

http://lagualam.wordpress.com/2007/10/17/lagu-lagu-gubahan-abah-iwan/

SERIBU MIL LEBIH SEDEPA
Gubuk sunyi di pinggir danau
Diam-diam tersenyum dipeluk mentari senja
Yang juga nakal meraba-raba ujung bunga rerumputan
Lagu alam memang sunyi, sayang
Apalagi sore ini, sore ini sore Sabtu. Sore biasa kita berdua
Membelai mentari senja di ujung jalan Bandung utara
Mentarinya yang ini juga, sayang
Cuma jarak yang memisah kita
Seribu mil lebih sedepa
Seribu mil pun lebih sedepa
Lagu alam memang sunyi.. mmm..
Lagi pula bukan puisi
Cuma bahana yang diam-diam
Lalu bangkit dari dalam hati
Lagu alam memang sunyi, sayang
Kini jarak yang memisah kita
Seribu mil lebih sedepa
Seribu mil pun lebih sedepa
Gubuk sunyi di pinggir danau.. mmm..
ONE THOUSAND MILES WITH A FATHOM MORE

Quiet hut at the edge of a lake
Secretly smiling embraced by the twilight sun
Which also naughtily fondles
the tip of a grass flower
The song of nature is indeed silent, my dear
Especially this afternoon,
this afternoon is a Saturday one
The one when we usually get together
Fondle the twilight sun
at the end of north Bandung road
That sun is also this sun, my dear
Only distance separates us
One thousand miles with a fathom more
One thousand miles even with a fathom more
The song of nature is indeed silent.. mmm..
Moreover this is not a poem
Only an echo that secretly
then arises from the depth of the heart
The song of nature is indeed silent, dear
Now distance separates us
A thousand miles with a fathom more
A thousand miles even with a fathom more
Quiet hut at the edge of a lake
UN MILLE MILE ET UNE BRASSE DE PLUS
La hutte calme au bord du lac. Secrètement sourit
dans les mains du soleil du crepuscule
Qui caresse egalement avec malice
la pointe la fleur de l’herbe
La chanson de la nature est en effet silence, ma chere
D’autant plus que cet après midi,
cet après midi est un Samedi après midi
L’après midi ce lui que nous sommes d’habitude ensemble
Nous caressons le soleil du crepuscule
au bout de la rue du nord de Bandung
Ce soleil-la est egalement ce soleil-ci, cheri
Seulement la distance nous separe
Un mille mile et une brasse de plus
Même un mille mile et une brasse de plus
La chanson de la nature est en effet silence.. mmm..
Ce n’est pas non plus un poeme
Seulement un son qui survient secrètement
alors du fond de mon coeur
La chanson de la nature est en effet silence, ma chere
Maintenant la distance nous separe
Un mille mile et une brasse de plus
Même un mille mile et une brasse plus
La hutte calme au bord du lac
TAUSEND MEILEN PLUS EIN FADEN
Eine stille Hütten am Seeufer,
Lächelt heimlich in der Umarmung der Zwielichtssonne,
Die die Grassblumenspitze streichelt
Das Lied der Natur is nun ruhig,
Meine Liebe
Besonders dieser Nachmittag ist
Der nachmittag an einem Samstag,
Der Tag, an dem wir uns gewöhnlich
zusammen sein
wir streicheln die Zwielichtssonne am einem Straβenende
in Nord Bandung
die Sonne ist auch die gleiche,
mein Schatz
Nur die Entfernung trennt uns voneinander
tausend Meilen plus
tausen Meilen weg
das Lied der Natur ist nun ruhig, mmm
Das ist also kein Gedicht, nur ein schweigendes Echo,
das Heimlich dann aus dem Herzen steigt
das Lied der Natur is nun ruhig,
meine Liebe
jatzt trennt uns die Entfernung voneinander
tausen Meilen plus..
tausen Meilen weit weg
die stille Hütte am Seeufer

DOA (JANUARI KELABU)
Tuhan ini kami berkumpul
Merenungkan arti hidup kami yang terisi
Sedikit niat bakti
bagi sesama yang dalam kegelapan
Tuhan teguhkan hati kami
yang punya niat tulus
Dan juga saudara kami
yang dalam kegelapan
Tabahkanlah
dan teguhkan imannya
Tabahkan hatimu
Tuhan slalu dekatmu
Sinar terang kan datang bagi orang yang tabah
Amin ya Robbal ‘alamin


MARS WANADRI
Gunung-gunung yang tinggi telah mengajar kita
Tentang keindahan hidup di alam terbuka
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang
Tebing-tebing yang curam telah mengajar kita
Tentang keberanian dan keteguhan hati
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang
Hutan rimba yang lebat telah mengajar kita
Tentang kerendahan hati dan kepedulian
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang

VIRGIN IN BALI
Kau mentari di ujung pagi
Hangat menyapa dedaunan
Kau bisikkan pesan lewat angin lalu
Lewat ombak yang datang lembut berbuih
Dan bergulung ramah
Saat kusentuh senyumanmu
Segalanya lalu berlagu
Tentang cinta yang tulus yang datang bersemi
Sehalus selembut embun
Waktu lalu kudatang padamu dengan hati berbunga
Mimpi dan nyata bagai berbaur
O Bali … Bali
Saat indah yang kau berlalu
Kuukirkan di relung hati
Mimpi dan nyata lambat-lambat berlalu
Bali … O Bali takkan kulupa
AKAR
Orang bersenandung tentang bunga yang harum
Atau cerita betapa indah warnanya
Ataupun tentang daun-daun berjatuhan
yang bahkan bisa membuat gadis menangis
Namun saya akan cerita tentang akar
Akar pohon-pohon yang banyak dilupakan
Diam-diam masuk merunduk dalam tanah
Tersembunyi dari cerita atau lagu
Jangan lagu, bahkan tiada orang peduli
Diam-diam semakin merunduk dalam tanah
Akar.. Akar.. Bahkan tiada orang peduli..
Akar.. Akar.. Akar..

ANGIN NOVEMBER
Angin yang berhembus di akhir November
Bawa kisah dan lagu tentang angin lalu
Angin yang berhembus bawa kisah tentang dia
Yang datang dan berlalu bagai angin lalu
Lembut kau datang menegurku
Kau datang untuk berlalu
Angin yang berhembus bawa kisah tentang dia
Yang datang dan berlalu bagai angin lalu

API UNGGUN
Di tengah-tengah rimba
Di bawah langit biru
Api unggun berkobar menyala
Wanadri bergembira
Dalam alam merdeka
Sebagai penempuh rimba perkasa
Di puncak-puncak gunung
Dalam awan dan kabut
Api unggun berkobar menyala
Wanadri bergembira
Dalam alam merdeka
Sebagai pendaki gunung perkasa
Wanadri
Wanadri
Penempuh rimba dan pendaki gunung
Jauhnya dari kampung menurut kata hati
Guna bakti pada ibu pertiwi

ANGGREK MERAH
Anggrek merah yang kauberikan padaku
Saat cintamu semerah anggrek
Anggrek merah yang kau katakan padaku
Rasa hatimu semerah anggrek
Namun kaulupa bahwa suatu waktu
Anggrek kan layu pun merahnya kan pudar
Anggrek merah lambang cinta seorang dara
Suatu waktu ia kan layu


BALADA SEORANG KELANA
Keheningan alam di tengah rimba sunyi
Kuberjalan seorang diri sbagai seorang kelana
Kudambakan jiwaku padamu oh Tuhanku
Kuberdoa sepenuh hati smoga tercapai tujuanku
Kuberjuang penuh tekad demi nusa dan bangsa
Dingin, hening dan sepi di daun angin berbisik
Hai kelana tabahkan hatimu
Tuhan slalu besertamu
BALADA SEORANG PRAJURIT
Bangunlah hai prajurit
Siagakan dirimu
Berlatih tak pernah kenal berhenti
Gembirakan hatimu
Kobarkan semangatmu
Putus asa jauhkan dari dirimu
Bertempur pantang mundur
Lebih baik hancur lebur
Bila perlu demi tugas rela gugur
Bagi seorang ksatria kehormatan yang utama
Keringat dan darah siap kukorbankan
“Gunung-gunung kudaki
Jurang curam kuturuni
Biar siang biar malam tak peduli
Hutan rimba kuarungi
Sungai deras kuseberangi
Biar hujan biar panas tak peduli”
“Sungguh jauh dari rumah
Rasa rindu tak tertahan
Namun tugas bagiku lebih utama
Demi kehormatan bangsa
Demi rakyat yang tercinta
Jiwa raga bila perlu kukorbankan”
Bangunlah hai prajurit
Siagakan dirimu



BULAN MERAH
Di lengkung puncak bukit
Cemara yang tegak sendiri diterpa badai
Kelam.. Kelam jatuh di bumi
Bulan merah di langit yang biru kelabu
Berhembus badai di hati
Kelam dan sendu
Badai kan reda
Langit kan cerah
Tegak.. Tegaklah.. Tegak

BURUNG CAMAR
Burung camar tinggi melayang
Bersahutan di balik awan
Membawa angan-anganku jauh meniti buih
Lalu hilang jauh di lautan
Oh bahagia tiada terperi. Indah nian derap jiwaku
Tak kenal duka derita. Tak kenal nestapa.
Ceria penuh pesona
Tiba-tiba kutertegun lubuk hatiku tersentuh
Perahu kecil terayun nelayan tua di sana
Tiga malam bulan tlah menghilang
Langit sepi walau tak bermega
Tiba-tiba kusadari lagu burung camar tadi
Cuma kisah sedih nada duka hati yang terluka
Tiada teman berbagi derita
Bahkan untuk berbagi cerita
Burung camar tinggi melayang
Bersahutan di balik awan
Kini membawa anganku yang tadi melayang
Jatuh dia dekat di kakiku


CERITA BUAT ORANG YANG LUPA
Cerita ini kita mulai buat orang-orang yang lupa
Bahwa mati kan datang suatu waktu
Menyergap dirimu dikala kau lengah
Pulanglah segera
Pintu yang sejuk menantimu
Tak seorang pun yang dapat menduga
Bila saat itu kan datang padanya

DETIK HIDUP
Detik-detik berlalu dalam hidup ini
Perlahan tapi pasti menuju mati
Kerap datang rasa takut menyusup di hati
Takut hidup ini terisi oleh sia-sia
Pada hening dan sepi aku bertanya
Dengan apa kuisi detikku ini
Tuhan kemana kami setelah ini?
Adakah Engkau dengar jeritku ini?

DUHA
Rembulan memudar
Dan matahari diam-diam semakin terjaga
Tersenyum merona… di ufuk timur… Cakrawala…
Pesona surya menatapku
menyapaku membelai jiwaku
Oh sang surya menghangatkan
Ruhaniku
Dan tiada terasa, merebak haru
Dalam sujudku yang semakin syahdu
Dan bergetar nada dawai jiwaku
MemujiMu…
Duhai Ilahi kami sering
Lupa mensyukuri semua ini
Oh Ilahi malu kami
Tak terhingga
Oh titik embun yang menetes
Membasuh relung jiwaku
Oh kicau burung menyambut surya berseri
Duhai Ilahi meski malu
Kami datang bersimpuh padamu
Oh Ilahi ridhoilah
Tobat kami

FLAMBOYANT
Senja itu flamboyant berguguran
Seorang dara memandang terpukau
Satu-satu daunnya berjatuhan
Berserakan di pangkuan bumi
Bunga flamboyant itu diraihnya
Wajahnya terlihat sayu
Flamboyant berguguran, berjatuhan, berserakan
Sejak itu sang dara berharapan
Esok lusa bersemi kembali


HARAP KAU TAHU
Harap kau tahu sejak kau sebut namaku,
lalu tiba-tiba segalanya jadi indah
Harap kau tahu, sejak kau panggil namaku,
lalu tiba-tiba aku jatuh cinta
Bagiku tiada duanya,
pengalaman yang terindah yang terjadi
Bagiku tiada taranya,
pengalaman yang terindah yang kurasa
Tak pernah kuduga,
tak pernah kukira aku akan jatuh cinta
Harap kau tahu,
Aku tak pernah begini,
sampai tiba-tiba kau sebut namaku
Harap kau tahu sejak kau panggil namaku,
lalu tiba-tiba aku jatuh cinta
Bagiku tiada duanya,
pengalaman yang terindah yang terjadi
Bagiku tiada taranya,
pengalaman yang terindah yang kurasa
Tak pernah kuduga,
tak pernah kukira aku akan jatuh cinta

HYMNE SILIWANGI
Tlah terbukti baktimu
Pahlawan negara
Bahkan darahmu tlah tumpah
Di ribaan bumi
Sluruh rakyat jadi saksi
Ikhlasnya baktimu
Rela korban jiwa raga
Untuk nusa bangsa
Siliwangi
Kami bersaksi
Di lindungan Ilahi
Semoga abadi
Rakyat jadi saksi
Jejak langkahmu terpatri
Dalam sanubari
Bela rakyat dan pertiwi
Prajurit sejati
Cadu mundur pantang mulang
Bila tak gemilang
Esa hilang dua terbilang
Smangat tekad juang
Siliwangi
Kami berjanji
Sapta marga jiwaku
Rakyat jadi saksi
Semoga abadi

JANGAN BUNUH AKU
Dengar ini kawan..
kata-kata lagu ini
Sengaja kutulis lewat nada-nada
Untukmu kah? Untukmu..
“Jangan bunuh aku…
Jangan engkau bunuh kami”
Kata-kata itu terucap berlagu
Lewat nyanyi yang merdu
Burung-burung menyanyikan lagu ini
Di halaman rumah dan di langit bebas
“Jangan engkau bunuh kami …
Kami cuma ingin menyanyi dekatmu”
“Jangan bunuh aku…
Jangan engkau bunuh kami”
Kata-kata itu terucap berlagu
Lewat nyanyi yang sendu


JIWA YANG TENANG
Kutanyakan asmaMu kepada bintang
Kugantungkan rinduku di awan
Kutitipkan asa hati di celah cahaya bulan
Terbawa angan, menjauh perlahan
Gunung-gunung bertasbih di dalam diam…
Pohon-pohon tertunduk…sepi
Gemercik air berbisik kepada angin yang sunyi
Menyimak alam
Oh jiwa yang tenang…
Bergema sayup menggaung menembus malam
Meniti langit menyusupi kelam
Lalu tersibak tabir hati
Di saat subuh menjelang
Menyimak alam
Oh jiwa yang tenang

KAU
Kau, yang tak pernah miskin dalam do’a
Kau, yang menyalakan pelita dalam hidupku,
jadi penerang jalanku, langkah demi langkah
Kau, bagai berjuta mawar di hatiku
Kau, ilham bagi syair dalam laguku,
hatimu dan tegur sapamu penyejuk jiwa
Aku rela, aku rela jatuh dalam pelukanmu dengan doa’mu,
langkahku kian pasti
Aku rela, aku rela membagi kasih denganmu,
walau ku tahu beribu tantangan untukmu
Kau, yang kutahu selalu merindukanmu
Kau, ilham bagi syair dan laguku,
hatimu dan tutur sapamu penyejuk jiwaku
Aku rela, aku rela jatuh dalam pelukanmu dengan doa’mu,
langkahku kian jadi pasti
Aku rela, aku rela membagi kasih denganmu,
walau ku tahu beribu tantangan untukmu
Aku rela, aku rela jatuh dalam pelukanmu dengan do’a mu,
selalu membagi diriku ini
Aku rela membagi kasih kasih denganmu
walau ku harus menerjang berbagai tantangan



KAU MEMANG MILIKKU
Tiada kata-kata, yang dapat terucap,
waktu kupandang wajahmu dalam hening ini
Bahkan tiada terbayang walau dalam mimpipun,
ku akan pernah memelukmu
Bahkan puisi yang teramat indahpun,
tak akan mampu mengungkapkan rinduku padamu
Tiada pernah terbayang, tiada pernah ku duga,
hatimu kini jadi milikku
Hanya satu yang kuingin pasti,
kuingin dengar itu dari dirimu oh…oh…oh juwitaku
Cinta kasihmu hanya untukku,
kau memang dilahirkan untukku Oh…oh…oh untukku
Tiada lagi rasa ragu yang tersisa,
saat kau genggam tanganku
Wahai juwitaku
Kini kutahu pasti, segalanya milikku
Kau memang dilahirkan untukku
Hanya satu yang kuingin pasti,
kuingin dengar itu dari dirimu oh…oh…oh juwitaku
Cinta kasihmu hanya untukku,
kau memang dilahirkan untukku Oh…oh…oh untukku


LANGIT YANG SEPI
Bulan yang pucat mengambang di langit yang kering … sepi
Rona merah membayang
Rona merah menebar
Bau darah menusuk kalbu
Di padang sepi bertebaran mayat-mayat kering … dingin
Mengapa ini terjadi?
Mengapa perang terulang?
Mengapa harus berulang?
Di sana mungkin ayah
Di sana mungkin abang
Mungkin juga ibu-ibu tak berdosa
Di sana mungkin adik
Mungkin juga kekasih
Terbunuh satu per satu … penuh darah
Di bumi ini mengapa perang mesti terjadi berulang?
Rona merah membayang
Rona merah menebar
Bau darah menusuk kalbu
Di sana mungkin ayah
Di sana mungkin abang
Bahkan anak-anak kecil tak berdosa
Di sana mungkin ibu
Mungkin juga kekasih
Terbunuh satu per satu penuh darah
Rona merah membayang
Rona merah menebar
Haruskah ini terjadi?

LEMBAYUNG SENJA
Lembayung senja… lembayung senja…
Tertegun seakan ragu… menatapku
Lalu, waktu demi waktu, satu-satu berlalu
Menyisakan warna kelabu… menjadi biru
Lembayung senja… lembayung senja
Menggugah lagu yang syahdu di hatiku…
Lalu, waktu demi waktu, satu satu berlalu
Menyisakan lagu yang syahdu… menjadi sendu
Lalu kugapai bintang
Nan berbinar dalam hatiku … dihatiku
Bawa daku…! Bawa daku…! Bawa daku kawanku
Kan kugapai cahaya yang abadi
Cahya nuraniku
Hidayah dariMu
Lembayung senja… lembayung senja…
Sisakan lagu yang syahdu di hatiku
Lalu, waktu demi waktu, lambat-lambat berlalu
Menyisakan malam yang biru semakin biru


MARS PENGEMBARA
Gunung-gunung dan lembah
Hutan rimba yang lebat
Tidakkah engkau rindu
Hai pemuda pengembara?
Bisik angin di daun
Desir air di sungai
Tidakkah engkau rindu
Hai pemuda pengembara?
Mengembaralah engkau
Demi tanah air
Sumbangkan darma baktimu
Api unggun berkobar
Bintang-bintang berkedip
Tidakkah engkau rindu
Hai pemuda pengembara?

MAWAR TERBIRU
Indahnya, kasih
Cerita yang kaukatakan
Tentang embun yang turun di kaki pegunungan
Lembutnya, sayang
Cerita yang kaubisikkan
Tentang mawar yang biru yang kausimpan untukku
Daun-daun enggan berguguran
Bila membuatmu sedih
Senandung lagu ini kunyanyikan untukmu


MELATI DARI JAYAGIRI
Melati dari Jayagiri
Kuterawang keindahan kenangan
Hari-hari lalu di mataku
Tatapan yang lembut dan penuh kasih
Kuingat di malam itu
Kau beri daku senyum kedamaian
Hati yang teduh dalam dekapan
Dan kau biarkan kukecup bibirmu
Mentari kelak kan tenggelam
Gelap kan datang
Dingin mencekam
Harapanku bintang kan terang
Memberi sinar dalam hatiku
Kuingat di malam itu
Kauberi daku senyum kedamaian
Mungkinkah akan tinggal kenangan?
Jawabnya tertiup di angin lalu

MELATI PUTIH
Ini kisah tentang sekuntum bunga
Terputih dari yang putih
Yang daunnya hijau di musim kering
Kemilau di sinar surya
Dan bila musim bunga tiba
Melati bersemi
Putih dan sejuk
Bening berseri
Bergetar di sudut hatiku


MENTARI
Mentari menyala di sini
Di sini di dalam hatiku
Gemuruh apinya di sini
Di sini di urat darahku
Meskipun tembok yang tinggi mengurungku
Berlapis pagar duri sekitarku
Tak satu pun yang sanggup menghalangiku
Bernyala di dalam hatiku
Hari ini hari milikku
Juga esok masih terbentang
Dan mentari kan tetap menyala
Di sini di urat darahku
MUSIM BUNGA
Kau tersenyum dan bunga pun bermekaran
Kau menyapa dan angin pun jadi lagu
Lagu tentang musim bunga
Yang jatuh di tepian sebuah danau
Burung-burung terbang bersama angin
Dan bernyanyi dari balik awan
Dari langit bertebar lagu-lagu
Hmm.. hmm.. hmm..
Lagu tentang musim bunga
Yang jatuh di tepian sebuah danau


NADA YANG TERBENING
Nada ini nada yang bening untukmu
Nada dari laut dan langit yang terbiru
Nada ini nada yang sendu untukmu
Nada dari awan dan kabut warna kelabu
Kunyanyikan lagu ini
Lagu rindu
Lagu ini lagu yang sendu untukmu
Kisah dari laut dan langit.. awan dan kabut

NYANYIAN LANGIT
Sore tadi surut perlahan-lahan
Dan bayang-bayang senja merayap satu-satu
Menjemput bintang-bintang yang diam-diam hadir
Kuterpana tiba-tiba bagai dalam mimpi
Langit luas malam ini penuh lagu
Lama kutercenung
Angin semilir mengelus kalbuku
Dan air mata meleleh di dalam hatiku.. Di hatiku
Entah kapan peristiwa begini
Bintang-bintang berbisik.. mmm..
Bernyanyi di hatiku.. mmm..
Malam senyap begini
Kuingin kau berulang
Satu-satu kudatangi kerlip-kerlip ini
Ragu-ragu kuhampiri dalam sepi
Langit yang terkembang
Begini kecil hadirku di sini
Pesona yang dahsyat
Menyergap memukau hatiku.. Jiwaku..
Entah kapan peristiwa begini
Bintang-bintang berbisik.. mmm..
Bernyanyi di hatiku.. mmm..
Malam senyap begini
Bergema penuh lagu

PENGEMBARA
Aku mengembara, berkelana seorang diri
Kutelusuri sudut-sudut bumi ini
Dan kutulis banyak hal yang telah kulalui
Dan kugubah, kujadikan lagu
Bukan cuma lagu yang kugubah dari itu
Dan kunyanyikan bukan saja dalam hati
Bukan hanya tentang cinta atau bunga-bunga
Bukan hanya suara cemara
Yang aku nyanyikan bukan sekedar hiburan
Bukan sekedar denting gitar tanpa pesan
Namun ini juga kisah tentang manusia
Yang terbuang dan mungkin terlupa
Kulihat juga derita, kugubah harapan
Yang kumaksud bukan hanya dalam kata-kata
Kulihat juga nestapa dan lalu kugubah
Pelita
Betapa dunia ini… betapa hidup ini
Begitu banyak liku dan cobaan
Betapa dunia ini… betapa hidup ini
Begitu pahit untuk dirasakan
Itu buat mereka.. itu bagi mereka
Yang mungkin nasib memang menentukan
Itu semua kulihat.. itu semua kudengar
Lalu kugubah, kujadikan, kunyanyikan lagu ini

POHON RANDU
Semenjak pohon randu tak berbunga lagi
Kulitnya yang kering terkelupas
Burung-burung hanya memandang sambil tersenyum
Lalu mencari pohon lain yang sedang berbunga
Sekarang pohon randu tak berdaun lagi
Angin pun meniup, menangis sedih
Menerbangkan kapuk yang putih perlahan-lahan
Melayang jauh
Melayang jauh tinggi di awan
Membawa benih yang putih
Melayang jauh tinggi di awan
Melayang jauh tinggi di awan
Dan lalu jatuh di cakrawala
Dan pohon baru tumbuh perlahan
Diiringi lagu-lagu
Sekarang angin lalu tak menangis lagi
Bertiup semilir … hm.. hm.. hm..
Menemui randu yang tua di ujung bukit
Sambil berbisik
Hidupmu tak sia-sia
Jangan bersedih kawanku
Hidupmu kini tak sia-sia

PRAJURIT GARUDA
KAMI PRAJURIT INDONESIA
KAMI SIAP MEMBELA NEGARA
KAMI RELA ……… KAMI BANGGA
AMANAT BANGSA TUGAS UTAMA
KAMI SIAP ! KAMI SEDIA !
KAMI YAKIN TUHAN ’KAN BESERTA KITA
TIADA RAGU TIADA BIMBANG !
BERANI! CIRI UTAMA KITA
PRAJURIT GARUDA !
KEHORMATAN BANGSA DIPUNDAK KITA !
KAMI AKAN JAGA TINGKAH LAKU KAMI
DISIPLIN INTI KEHORMATAN KAMI
JIWA RAKYAT, JIWA BANGSA
KAMI BELA SAMPAI MATI
KAMI RELA KAMI BANGGA
KAMI YAKIN TUHAN ’KAN BESERTA KITA
MAJU …! MAJU …. ! PANTANG MUNDUR
DEMI BAKTI UNTUK NUSA DAN BANGSA
PRAJURIT GARUDA !
KEHORMATAN BANGSA DIPUNDAK KITA
SEJUTA KABUT
Sejuta kabut turun perlahan
Merayap di jemari jalanan
Meratap, melolong lalu menjauh
Menggoreskan kesan suram padaku
Sejuta kabut turun semalam
Mengetuk-ngetuk jendela kamarku
Meratap, melolong lalu menjauh
Menggaungkan kesan ngeri di hati
Lalu kusibak tirai hatiku
Kubuka lebar-lebar pintu jiwaku
Kuterjuni kabut yang di kakiku
Berbekal matahari
yang bernyala
yang membara

SENJA DI BANDUNG UTARA
Senja jatuh di Bandung utara
Langitnya merah kelabu
Angin berhembus di daun cemara
yang tegak di puncak bukit
Indahnya senja di Bandung utara
Tenang, tentram dan damai
Angin berhembus di daun cemara
yang tegak di puncak bukit
Kapankah senja di Bandung utara
penuh dengan cemara?
SURAT
Bukan hanya kata-kata
Bukan juga air mata, yang kucurahkan,
yang kuingin abadikan dan
kutulis hati-hati disurat ini
Bukan maksud memujamu
Bukan juga menyanjungmu
Usah kau ragu
Mungkin saja suatu waktu,
kau butuhkan ini, untuk dirimu
Surat ini kukirimkan
Kuingin agar kau simpan,
kau jadikan hiasan
Yang kau baca suatu waktu,
andai rasa duka menghampirimu
Kutuliskan segalanya yang terpuji,
yang ada pada dirimu
Tiada lain tiada lain,
agar kau sadari karunia itu
Kutuliskan juga perasaan hati,
yang ada pada diriku
Tiada lain tiada lain,
agar kau tahu kuimpikan dirimu
Jangan dulu kau sesali,
usah juga kau peduli
untuk membalas suratku
Surat ini kukirimkan
tak usah kau tahu siapa diriku
Kutuliskan segalanya yang terpuji,
yang ada pada dirimu
Tiada lain tiada lain,
agar kau sadari karunia itu
Kutuliskan juga perasaan hati,
yang ada pada diriku
Tiada lain tiada lain,
agar kau tahu kuimpikan dirimu

TAJAM TAK BERTEPI
Takkan tergambarkan dengan kata-kata
perasaan sedih ini
Maka kuungkapkan lewat nada dari lagu ini
Ingin kutanyakan namun tlah kuduga
jawaban yang kan kutrima
Rasa penasaran dalam hatiku
Tajam tak bertepi
Selangkah demi selangkah kuturutkan kata hati
Sampai jauh ke ujung bukit yang berbatas langit
Tapakku tlah hancur
Badan pun tlah luka
Bahkan hati tlah berkeping
Tetap tak kutemukan jawaban

TAPAK-TAPAK
Tapak-tapak yang dulu kulalui
Kutelusuri balik satu-satu
Tertegun aku
Terhenyak bagai mimpi
Saat lalu yang tak mungkin kan kembali
Diam-diam kutemui satu-satu
Terkejut aku begitu banyak noda tak terasa
Semua itu tlah terjadi
Dan takkan mungkin kan kembali kini
Yang tlah terjadi kan tetap tlah terjadi … oh …
Perlahan-lahan kusadar kembali
Saat lalu itu bukan cuma mimpi
Dan langkah baru harus aku mulai saat ini

TENTARA
Tentara-tentara yang berbaris
menuju ke sebuah desa
Berbekal senyuman dan semangat
mereka membaurkan diri
Riwayat dan kisah yang dahulu
seperti berulang kembali
Di kala bambu runcing
belum digantikan bedil dan sepatu
Dulu dan sekarang ini
memang seharusnya tak berbeda
Tentara berasal dari rakyat
dan berbakti untuk kepentingan rakyat
Bedil dan seragam ini
hanya sbagai lambang dari tugas
Yang membagi-bagikan peranan
namun tanggung jawab tetaplah sama
Membela negara. Dan membina bangsa
Menuju bahagia. Bangga bernegara
TRAGEDI
Tragedi ini yang telah kulihat
sewaktu maut tiba-tiba datang
Bersama air lumpur yang gemuruh
melanda dahsyat di desa itu
Dan ironi yang juga tlah kusaksikan ini
Mereka yang punya dosa tak peduli
Tak tergerakkan.. Tak tergoyahkan.. oh..
Tragedi tadi sengaja kucatat
Dan tlah kusimpan di lubuk hati
Dan suatu waktu harus kuungkapkan
tuk mengingatkan mereka itu
Dan ironi masih juga kusaksikan ini
Hutan-hutan dirusak dimana-mana
Tak tergerakkan.. Tak tergoyahkan.. oh..
Tragedi tadi yang telah kucatat
Dan tlah kusimpan di lubuk hati
Dan saat ini itu kuungkapkan
tuk mengingatkan kita semua.. oh..

SERIBU MIL LEBIH SEDEPA

Gubuk sunyi di pinggir danau
Diam-diam tersenyum dipeluk mentari senja
Yang juga nakal meraba-raba ujung bunga rerumputan
Lagu alam memang sunyi, sayang

Apalagi sore ini, sore ini sore Sabtu. Sore biasa kita berdua
Membelai mentari senja di ujung jalan Bandung utara
Mentarinya yang ini juga, sayang

Cuma jarak yang memisah kita
Seribu mil lebih sedepa
Seribu mil pun lebih sedepa
Lagu alam memang sunyi.. mmm..

Lagi pula bukan puisi
Cuma bahana yang diam-diam
Lalu bangkit dari dalam hati
Lagu alam memang sunyi, sayang

Kini jarak yang memisah kita
Seribu mil lebih sedepa
Seribu mil pun lebih sedepa
Gubuk sunyi di pinggir danau.. mmm..

ONE THOUSAND MILES WITH A FATHOM MORE

Quiet hut at the edge of a lake
Secretly smiling embraced by the twilight sun
Which also naughtily fondles
the tip of a grass flower
The song of nature is indeed silent, my dear

Especially this afternoon,
this afternoon is a Saturday one
The one when we usually get together
Fondle the twilight sun
at the end of north Bandung road
That sun is also this sun, my dear

Only distance separates us
One thousand miles with a fathom more
One thousand miles even with a fathom more
The song of nature is indeed silent.. mmm..

Moreover this is not a poem
Only an echo that secretly
then arises from the depth of the heart
The song of nature is indeed silent, dear

Now distance separates us
A thousand miles with a fathom more
A thousand miles even with a fathom more
Quiet hut at the edge of a lake

UN MILLE MILE ET UNE BRASSE DE PLUS

La hutte calme au bord du lac. Secrètement sourit
dans les mains du soleil du crepuscule
Qui caresse egalement avec malice
la pointe la fleur de l’herbe
La chanson de la nature est en effet silence, ma chere

D’autant plus que cet après midi,
cet après midi est un Samedi après midi
L’après midi ce lui que nous sommes d’habitude ensemble
Nous caressons le soleil du crepuscule
au bout de la rue du nord de Bandung
Ce soleil-la est egalement ce soleil-ci, cheri

Seulement la distance nous separe
Un mille mile et une brasse de plus
Même un mille mile et une brasse de plus
La chanson de la nature est en effet silence.. mmm..

Ce n’est pas non plus un poeme
Seulement un son qui survient secrètement
alors du fond de mon coeur
La chanson de la nature est en effet silence, ma chere

Maintenant la distance nous separe
Un mille mile et une brasse de plus
Même un mille mile et une brasse plus
La hutte calme au bord du lac

TAUSEND MEILEN PLUS EIN FADEN

Eine stille Hütten am Seeufer,
Lächelt heimlich in der Umarmung der Zwielichtssonne,
Die die Grassblumenspitze streichelt
Das Lied der Natur is nun ruhig,
Meine Liebe

Besonders dieser Nachmittag ist
Der nachmittag an einem Samstag,
Der Tag, an dem wir uns gewöhnlich
zusammen sein
wir streicheln die Zwielichtssonne am einem Straβenende
in Nord Bandung
die Sonne ist auch die gleiche,
mein Schatz

Nur die Entfernung trennt uns voneinander
tausend Meilen plus
tausen Meilen weg
das Lied der Natur ist nun ruhig, mmm

Das ist also kein Gedicht, nur ein schweigendes Echo,
das Heimlich dann aus dem Herzen steigt
das Lied der Natur is nun ruhig,
meine Liebe

jatzt trennt uns die Entfernung voneinander
tausen Meilen plus..
tausen Meilen weit weg
die stille Hütte am Seeufer

DOA (JANUARI KELABU)

Tuhan ini kami berkumpul
Merenungkan arti hidup kami yang terisi
Sedikit niat bakti
bagi sesama yang dalam kegelapan

Tuhan teguhkan hati kami
yang punya niat tulus
Dan juga saudara kami
yang dalam kegelapan
Tabahkanlah
dan teguhkan imannya

Tabahkan hatimu
Tuhan slalu dekatmu
Sinar terang kan datang bagi orang yang tabah
Amin ya Robbal ‘alamin

MARS WANADRI

Gunung-gunung yang tinggi telah mengajar kita
Tentang keindahan hidup di alam terbuka
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang

Tebing-tebing yang curam telah mengajar kita
Tentang keberanian dan keteguhan hati
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang

Hutan rimba yang lebat telah mengajar kita
Tentang kerendahan hati dan kepedulian
Mempersatukan jiwa kita bagai saudara
Wanadri tempat kita berkumpul dan berjuang

http://lagualam.wordpress.com/2007/10/17/lagu-lagu-gubahan-abah-iwan/

Minggu, 29 Maret 2009


pagi pagi sekali saya di kejutkan dengan suara dering Hp, saya dapat berita bencana! bahwa telah terjadi angin puting beliung di desa Mekar Mulya kec. Banjaran kemarin sorenya (26/3) dan merusakan beberapa rumah warga dan pasilitas desa.
ternyata agin puting beliung juga menerjang daerah Pacet kec. Ciparay juga, disana banyak sekali rumah warga yang ambruk diterjang agin puting beliung itu.
setelah kami lakukan pemetaan ternyata angin puting beliung itu berarah lurus dan bertemu di daerah pacet, makanya disana kerusakanya parah sekali!

Kamis, 05 Maret 2009

TAGANA JAWA BARAT


“Akan kami latih Tagana dalam penguasaan perahu bermotor,”
Tio Indra Setiadi
Kepala Dinas Sosial Jawa Barat
Belasan orang mengerubungi stand pameran di Sasana Budaya Ganesha (26/3) lalu di jalan Tamansari Bandung. Gedung balai pertemuan yang terletak di komplek ITB itu dijadikan tempat pameran Tagana (Taruna Siaga Bencana) Tingkat Provinsi Jabar, pengunjung tertarik pada peragaan peralatan dan asesoris yang mencolok diantara stand yang ada.
Ketua Tagana Jabar Adhityo Kristianto tidak merasa direpotkan, ia memberikan jawaban memenuhi keingintahuan pengunjung. “Tagana atau Taruna Siaga Bencana adalah organisasi atau gugus tugas berbasis masyarakat yang berorientasi di Bidang Kesejahteraan Sosial untuk menangani Penanggulangan Bencana. Dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI No. 82/HUK/06.”
Perahu karet penanganan bencana seakan menghadang pengunjung, menjadi titik perhatian yang mengundang mereka pada stand yang dijaga anak-anak muda yang kekar dan terlatih. Tagana ambil bagian dalam Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) 2009, yakni agenda tetap pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melibatkan segenap stakeholder, termasuk Tagana. Pada sebuah panel pameran terpampang tulisan “Peningkatan Mutu dan Akuntabilitas Pembangunan Menuju Provinsi Termaju Di Indonesia”.
Gubernur Danny Setiawan mengunjungi mereka, yang dengan akrab berbincang. Lalu menunjuk perahu karet yang menjadi saksi tatkala di Baleendah, Karawang, Bekasi dan daerah lainnya di Jabar yang tahun lalu dilanda bencana. Musrenbang dihadiri Ketua Bappenas (Badan Perencana Pembangunan Nasional) Paskah Suzeta yang dikenal sebagai aktivis Bandung di masa mudanya.
“Musibah bencana tidak sebanyak tahun lalu,” ujar Kepala Dinas Sosial Jabar Tio I. Setiadi menjawab pertanyaan Pedeo. “Hendaknya kita terus waspada, karena itu kesiagaan harus ditunjukkan,” jelasnya. Sebaliknya ia menjelaskan tekadnya untuk membesarkan Tagana di Jabar.
“Akan kami latih Tagana dalam penguasaan perahu bermotor,” jelas Tio. Dinas Sosial bersama-sama dengan Dinas Perhubungan Jabar menyiapkan pelatihan khusus bagi anggota Tagana yang dimotori aktivis organisasi pemuda seperti FKPPI dari keluarga besar TNI dan Polri, kemudian dari keluarga veteran serta dari ormas keagamaan lainnya.
Tagana merupakan andalan provinsi Jabar dalam penanganan dan penanggulangan bencana. Anggotanya terdiri dari perorangan yang berasal dari organisasi pemuda berumur 18 - 40 tahun. Adhityo sendiri adalah mantan Ketua Karang Taruna andalan nasional, Adhitya Paramitha Kecamatan Sukajadi.
“Pengangkatan kami,” dijelaskan Adhityo, “berdasarkan usulan yang disampaikan oleh Kecamatan, Kabupaten/Kota atau Provinsi yang disampaikan secara berjenjang, untuk selanjutnya disyahkan oleh Instansi Sosial atas nama Menteri Sosial RI.”
Anggota Tagana Mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah melalui pemberian Nomor Induk Anggota yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial RI. Selain itu mendapat fasilitas, sarana dan prasarana serta kesempatan dan peluang yang sama untuk mengikuti berbagai kegiatan terkait dengan tugasnya.
Karena harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan bencana, anggotanya dilatih khusus. Pelatihan itu dilakukan secara berkala oleh Balai Diklat (pendidikan dan Pelatihan) Depsos. “Kami mendapat sertifikat dan intensif dari pemerintah,” demikian Adhityo.